Gelombang revolusi industri 4.0 telah membawa perubahan fundamental pada berbagai tatanan kehidupan global, ditandai dengan semakin berkembangnya kreativitas dan inovasi dengan pemanfaatan teknologi informasi yang mendisrupsi berbagai sendi kehidupan global, termasuk persaingan dalam bidang ekonomi.
Disrupsi tersebut dapat kita saksikan dengan cepatnya perubahan yang terjadi akibat pemanfaatan artificial intelligence (AI), internet of things, human-machine interface, dan merebaknya fenomena sharing economy menjadikan kreativitas dan inovasi sebagai garda terdepan memenangkan persaingan ekonomi global.
Era revolusi industri 4.0 menjadikan ekonomi kreatif menjadi salah satu isu strategis yang layak mendapatkan pengarusutamakan sebagai pilihan strategi memenangkan persaingan global, ditandai dengan terus dilakukannya inovasi dan kreativitas guna meningkatkan nilai tambah ekonomi melalui kapitalisasi ide kreatif.
Ekonomi kreatif sendiri mulai dikenal luas sejak munculnya buku The Creative Economy: How People Make Money from Ideas yang ditulis oleh John Howkins. Istilah ekonomi kreatif dimunculkan Howkins ketika melihat ada gelombang ekonomi baru yang melanda Amerika Serikat. Gelombang ekonomi baru itu dicirikan dengan aktivitas ekonomi berbasis ide, gagasan, dan kreativitas.
Asumsi Howkins tentang munculnya gelombang ekonomi baru di Amerika Serikat (AS) itu bukan tanpa dasar. Pada tahun 1997 di AS saja, perekonomian meraup tidak kurang dari USD 414 miliar hanya dari produk barang-jasa yang berbasis kreativitas.
Secara definitif, ada banyak tafsiran mengenai pengertian ekonomi kreatif. John Howkins sendiri memaknai ekonomi kreatif sebagai “The creation of values as a result of idea”. Menurutnya, karakter ekonomi kreatif dicirikan dari aktivitas ekonomi yang bertumpu pada eksplorasi dan eksploitasi ide-ide kreatif yang memiliki nilai jual tinggi.
Sementara Roberta Comunian dan Abigail Gilmore dalam buku Higher Educatian and the Creative Economy mendefinisikan ekonomi kreatif sebagai sebuah konsep ekonomi baru yang mengintensifkan informasi dan kreativitas dengan mengandalkan ide dan pengetahuan sebagai faktor produksi yang utama.
Ekonomi kreatif dapat dikatakan sebagai konsep ekonomi di era ekonomi baru yang mengintensifkan informasi dan kreativitas dengan mengandalkan ide dan stock of knowledge dari Sumber Daya Manusia (SDM) sebagai faktor produksi utama dalam kegiatan ekonominya.
Ekonomi kreatif dengan turunan 16 sektornya antara lain fesyen, seni, kuliner, desain produk, game on line, film, animasi, dan lainnya layak menjadi pilihan strategi untuk terus ditumbuhkembangkan. Fenomena gangnam style yang mewabah menjadi sekedar contoh bagaimana kreatifitas dapat menjadi mesin ekonomi baru bagi Korea Selatan.
Maka menjadi tidak berlebihan bila Howkins menyebutkan ekonomi baru telah muncul seputar ekonomi kreatif yang dikendalikan oleh hukum kekayaan intelektual seperti paten, hak cipta, merek, royalty, dan desain. Ekonomi kreatif akan menjadi lokomotif pertumbuhan ekonomi baru dunia.
Momentum WCCE 2018
Sebagaimana kita ketahui bersama, Indonesia baru saja sukses menyelenggarakan The World Conference on Creative Economy (WCCE) atau Konferensi Global tentang Ekonomi Kreatif di Bali pada 6-8 November 2018 lalu, yang mempertemukan perwakilan dari pemerintah, pengusaha, think tank, komunitas, organisasi internasional, media, dan ahli di bidang ekonomi kreatif.
Bangsa Indonesia seyogyanya dapat menjadikan Forum WCCE sebagai momentum memacu tumbuh kembang ekonomi kreatif di tanah air, dengan keragaman budaya dan bonus demografi yang dimiliki, perlu terus dikembangkan jejaring antar pelaku ekonomi kreatif lokal dan global.
Rencana aksi konkret layak terus dikembangkan dan didukung seluruh pemangku kepentingan agar manfaat dari isu strategis pengembangan inklusif ekonomi kreatif, utamanya dalam membangun kohesi sosial, regulasi, pemasaran, ekosistem dan pembiayaan industri kreatif, dapat memberikan konstribusi positif bagi masa depan pengembangan ekonomi kreatif.
Momentum itu semakin mendapatkan tempat di tengah perkembangan revolusi industri 4.0 dan penggunaan teknologi informasi. Hal ini karena faktor geografis sejatinya bukan lagi menjadi sebuah penghalang. Internet dan teknologi baru lainnya memungkinkan orang-orang dari seluruh dunia untuk berkolaborasi dan bekerja sama memperkuat posisi ekonomi kreatif Indonesia.
Keunikan budaya, seni, kuliner, dan kerajinan serta peran kaum muda Indonesia dalam mengembangkan berbagai startup bisnis dapat menjadi kekuatan yang amat dahsyat bila dikapitalisasi guna menjawab permasalahan ketimpangan ekonomi dan kesejahteraan.
Dalam WCCE yang baru lalu tersebut, seyogyanya dijadikan ajang pembelajaran bagi pemangku kepentingan ekonomi kreatif di Indonesia, mengingat sejumlah produk kreatif global seperti Disney, Grab, TikTok, Shopee, Potato Head, dan Mobile Legend juga ditampilkan dalam kegiatan bertajuk Creativillage.
Selain itu, disuguhkan pula program unggulan dari Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) dalam upaya mengembangkan dan menguatkan ekosistem nasional dalam acara tersebut. Di antaranya Akatara, yaitu pertemuan investor dengan pelaku kreatif perfilman; Bekraf Developer Day, acara yang mempertemukan para pengembang aplikasi; Unity in Diversoto, yaitu program untuk memperkenalkan kuliner soto yang beraneka ragam di Indonesia kepada dunia internasional dan lainnya.
Tahun 2018 diprediksi akan menjadi momentum pertumbuhan ekonomi kreatif (ekraf) atau tahun Emas bagi Indonesia, dengan semakin tumbuhnya wirausaha baru generasi milenial yang semakin menunjukkan eksistensinya menjadi ujung tombak pengembangan ekonomi kreatif pada berbagai subsektor turunannya.
Bagi Indonesia, ekraf sudah selayaknya menjadi andalan pertumbuhan ekonomi melihat begitu besar potensi yang dimiliki. Kenaikan kontribusi ekonomi kreatif terhadap total Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia dalam tiga tahun terakhir terus meningkat. Pada 2017, kontribusi ekonomi kreatif terhadap PDB berkisar Rp990,4 triliun.
Angka tersebut mengalami kenaikan dari tahun 2016 yang sebesar Rp894,6 triliun dan naik dari 2015 yang sebesar Rp852 triliun. Sektor ini pada 2017 juga mampu menyediakan lapangan pekerjaan bagi 16,4 juta orang, naik dibandingkan tahun 2016 sebanyak 16,2 juta dan 16,96 juta pekerja tahun 2015.
Berbagai capaian tersebut dapat dijadikan momentum untuk terus meningkatkan size ekonomi kreatif Indonesia sekaligus menambah optimisme bahwa ekonomi kreatif bisa menjadi mesin ekonomi terbaru Indonesia di masa mendatang.
Justifikasi tersebut bukanlah berlebihan mengingat kekuatan ekonomi kreatif Indonesia juga telah mulai menorehkan prestasi-prestasinya di dunia global. Hal itu dibuktikan dengan fenomena novel karya Andrea Hirata yang sangat laris sehingga dibikin film dan akhirnya menghidupkan perekonomian di Belitung.
Ekspansi-ekspansi bisnis yang dilakukan Nadiem Makarim dengan Gojek yang mulai merambah Vietnam dan Singapura serta berbagai contoh-contoh konkret lainnya, sekedar menyebut contoh Kota Bandung dengan distro atau factory outlet-nya, Kota Jember dengan Jember Fashion Festivalnya.
Menjadi tidak berlebihan apabila McKinsey Global Institute, meramalkan masa depan ekonomi Indonesia akan semakin gemilang, bila Indonesia hari ini menduduki kekuatan ekonomi peringkat 16 di dunia dan kuat kemungkinan akan meningkat di peringkat tujuh ekonomi terkuat di dunia pada tahun 2030.
Berbagai argumentasi yang dikemukakan antara lain Indonesia hari ini memiliki kurang lebih 45 juta konsumen aktif dan akan bertambah menjadi 135 juta pada tahun 2030, populasi anak muda yang tumbuh cepat di daerah urban, faktor ini memberi kekuatan tersendiri untuk meningkatkan pemasukan negara.
Solusi
Seperti pemberdayaan ekonomi pada umumnya, ekonomi kreatif juga menghadapi sejumlah kendala. Satu hal yang paling banyak dikeluhkan oleh para pelaku industri kreatif, utamanya yang masih berupa rintisan adalah belum kondusifnya regulasi sehingga perlu segera dilakukan harmonisasi regulasi simple cepat dan ramah terhadap lingkungan bisnis, terutama startup bisnis.
Ekonomi kreatif yang mengepankan inovasi dan kreatifitas pelu didukung kejelasan aturan hukum terkait Hak Kekayaan Intelektual (HKI). Dalam industri kreatif, HKI adalah nyawa karena menjadi komoditas utamanya.
Di bidang musik dan film misalnya, ketidakjelasan aturan HKI menjadi celah bagi maraknya aksi pembajakan. Di industri musik dan film, persoalan pembajakan menjadi persoalan yang sampai hari ini masih menjadi tantangan.
Perlu terus dikembangkan ekosistem yang mendukung persemaian bibit-bibit unggul kaum milenial dalam menghasilkan karya kreatif, memasifkan penyebaran spirit enterpreneur dan kreasi di kalangan generasi muda melalui berbagai forum-forum diskusi dan sharing session sampai dengan ke akar rumput agar tumbuh talenta-talenta berskala internasional di bidang industri kreatif.
Arah kebijakan perlu terus diupayakan guna menjaga keseimbangan pertumbuhan pemain asing dan local dengan menyesuaikan aturan untuk menghadapi inovasi teknologi dan karakter pasar yang berubah cepat. Pelajaran berharga dapat dipetik dari konsep “Sharing Economy” dari Uber, sebagai perusahaan yang tidak memiliki aset kendaraan namun mampu menjadi perusahaan transportasi.
Dengan teknologi dan internet, model ini memungkinkan saling berbagi aset sehingga mampu menekan biaya. Amazon dengan konsep “Marketplace”, tanpa memiliki alat produksi dapat menghubungkan pembeli dan penjual dengan lebih cepat dan lebih mudah.
Begitu juga dengan Konsep O2O “Online to Offline” dimana perusahaan makanan, dan produk lainnya menyediakan layanan online untuk pemesanan meskipun penyediaan produk/jasa dilakukan secara offline.
Berbagai model baru ini dimungkinkan akibat perkembangan teknologi, devices (perangkat), dan internet. Dan Revolusi Industri 4.0 akan menyebabkan relokasi produksi lebih dekat ke target market sehingga membutuhkan agility dan flexibility, tidak hanya skala teknologi informasi, merupakan enabler terbesar dari transformasi digital.
Besarnya potensi pengembangan ekonomi kreatif yang dimiliki Indonesia dengan karunia Tuhan akan kekayaan dan keragaman budaya, keindahan geografis wilayah serta sumber daya manusia kaum muda yang indentik dengan dunia kreatif, perlu terus ditransformasikan menjadikan mesin kekuatan ekonomi baru.
Oleh karena itu, diperlukan adanya sinergitas dari semua pemangku kepentingan, dalam mengatasi berbagai tantangan yang berpotensi menjadi bottleneck pengembangan ekonomi kreatif.
Bercermin dari beberapa bottleneck sebagaimana yang diidentifikasikan di atas, seyogyanya Kementrian/Lembaga Pusat dan Daerah sebagai perumus kebijakan ekonomi kreatif diharapkan dapat memfasilitasi, memotivasi, dan menginspirasi pengembangan ekonomi kreatif dalam bentuk rencana aksi yang mendepankan skala priroritas, fokus, dan konkret terukur.
Pemerintah pusat dan daerah harus duduk bersama menyelaraskan shared vision agar formulasi manajemen strategik pengembangan ekonomi kreatif di berbagai daerah dapat diimplementasikan secara masif.
Spirit menjadikan ekonomi kreatif sebagai bisnis masa depan yang menjanjikan, memfasilitasi promosi, dan mengintensifkan bantuan modal usaha, kalangan bisnis diharapkan dapat mengoptimalkan self development.
Upaya pengembangan kapasitas usaha melalui sistem lokomotif – gerbong dan tak kalah pentingnya adalah dukungan cendikiawan melalui pengembangan penetrasi pasar dengan pemanfaatan online marketing, disamping berbagai terobosan lain, berpikir out of the box, menciptakan linkage atau konektivitas ekonomi kreatif dengan pariwisata, sebagai venue untuk proses produksi, distribusi sekaligus pemasarannya.
Dalam persaingan global yang kita hadapi dewasa ini, dengan penetrasi produk ekonomi kreatif yang tanpa batas, menyadarkan kita pula akan pentingnya menerapkan prinsip-prinsip marketing.
Produk tidak semata-mata benda mati yang diperjualbelikan, namun lebih kepada strategi kita dalam mengemas produk, diferensiasi produk, targeting, dan strategi dalam memasarkan produk. Diperlukan penerapan marketing intelejen agar kita mengetahui kekuatan pesaing-pesaing kita dan selera pasar, karena di era globalisasi, perang sejatinya adalah perang di medan ekonomi dan ekonomi kreatif menjadi senjata utamanya.
Sumber : https://www.setneg.go.id
Artikel terkait : mengenal industri kreatif digital secara lebih mendalam