Kebijakan pengampunan pajak (tax amnesty) kini menjadi program yang lazim dilakukan banyak negara untuk menarik modal (repatriasi) dan memperkuat basis wajib pajak baru. Sejauh ini tercatat sudah lebih dari 31 negara menerapkan tax amnesty, bahkan Presiden baru Brazil dan Argentina mengeluarkan kebijakan serupa baru-baru ini.
Pengamat perpajakan Universitas Indonesia Danny Darussalam menjelaskan bahwa kebijakan umum penerapan tax amnesty yang dilakukan banyak negara bukanlah barang baru. Tax amnesty telah banyak diterapkan oleh negara-negara di dunia, baik oleh negara maju maupun berkembang.
“Sudah 31 negara menjalankan tax amnesty. Bahkan Amerika Serikat, dari total 50 negara bagiannya, 90% atau 45 negara bagiannya pernah menerapkan tax amnesty, tentu ada yang sukses dan ada yang tidak berhasil,” ujar dia, di Jakarta, Senin 20 Juni 2016.
Darussalam mengungkapkan, negara yang sukses menerapkan tax amnesty salah satunya adalah India yakni sekitar 1997. Argentina, Italia, dan Afrika Selatan adalah contoh negara-negara lainnya.
Menyusul masih terjadinya perlambatan ekonomi dunia yang menurunkan aktivitas perdagangan (ekspor impor) dunia yang ditandai anjloknya harga-harga komoditas, banyak negara kemudian melakukan reformasi pajak secara menyeluruh yang dimulai dengan program tax amnesty.
Menurut Darussalam, tax amnesty merupakan bagian dari reformasi pajak secara menyeluruh, seperti halnya di Indonesia dalam melakukan reformasi UU PPh, PPN, dan KUP. Ia bahkan menjelaskan tax amnesty masih dipandang sebagai jalan keluar bagi wajib pajak (WP) yang selama ini belum patuh untuk menjadi patuh.
“Ketidakpatuhan jangan selalu dilekatkan dengan kesengajaan. Ketidakpatuhan bisa disebabkan berbagai hal yakni ketidaktahuan, implikasi masih terdapatnya beberapa ketentuan pajak yang tidak berkeadilan dan berkepastian hukum, atau rezim masa lalu yang membuat menjadi tidak patuh,” jelasnya.
Dengan tax amnesty, lanjut dia, ke depan wajib pajak tidak patuh bersama-sama dengan wajib pajak patuh akan dikenakan pajak secara adil, sehingga meningkatkan penerimaan pajak. Hal ini akan membuat aktivitas pembangunan tidak lagi dibiayai oleh wajib pajak patuh.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Center For Indonesia Taxation Analysis (CITA), Yustinus Prastowo menjelaskan, kebijakan umum menerapkan tax amnesty yang dilakukan banyak negara bukanlah sesuatu yang tabu namun lebih didorong oleh kondisi adanya kepatuhan wajib pajak di berbagai negara yang masih rendah dan belum sepenuhnya bekerja secara optimal. “Serta hanya sebagai jalan keluar saja (memperluas wajib pajak baru),” kata dia.
Kemudian dalam setahun ini negara yang terakhir menerapkan tax amnesty menurut Yustinus adalah Brazil. Ia juga mengungkapkan negara Argentina cukup sukses dalam meningkatkan kepatuhan pajaknya. “Selain itu ada negara Afrika Selatan dan Italia yang telah berhasil dalam menerapkan tax amnesty,” kata dia.
Mengenai perlambatan ekonomi dunia, menurutnya, negara-negara lain justru mengeluarkan kebijakan tax amnesty dan untuk mengantisipasi mengingat kita akan masuk era keterbukaan informasi global, ada Financial Proxy War, rebutan dana global. “Dalam konteks ini tax amnesty dimaksudkan memanfaatkan kesempatan agar dana global bisa masuk, sebab kalau tidak ada tax amnesty, dikhawatirkan dana-dana itu akan ikut skema perlindungan aset dan internasional planning yang justru merugikan negara kita.
Sumber : https://www.beritasatu.com/
Artikel Terkait : http://akuntansi.uma.ac.id/2016/12/14/seminar-perpajakan-pengaruh-tax-amnesty-terhadap-dunia-usaha/